Bagi para pengendara sepeda motor keselamatan berkendara secara prinsip dasar adalah meliputi kelengkapan sepeda motor seperti rem, kaca spion, kondisi lampu motor hidup, dan kondisi ban tidak bocor atau kempis. Kemudian, kelengkapan surat-surat seperti surat tanda nomor kendaraan (STNK) dan surat izin mengemudi (SIM) jenis C. Selain itu, bagi pengendaranya harus melengkapi diri dengan helm standar baik itu yang menutup seluruh kepala (full face) atau separuh kepala (half face), serta menggunakan jaket pelindung dan sarung tangan. Dalam keadaan tertentu, seperti berkendara jarak jauh saat touring, sebaiknya menggunakan sepatu lars panjang atau sepatu boot.
Saking seriusnya menekan kecelakaan sepeda motor pemerintah bahkan memasukan penggunaan helm dalam Undang-undang No. 14 tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Pasal 61 ayat (3) dan PP No. 44 tahun 1993 yang mensyaratkan bagi semua pengendara sepeda motor dan penumpangnya untuk memakai helm.
Penumpang yang tidak memakai helm bisa kena pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan, atau denda sebesar Rp 1.000.000 (satu juta rupiah).
Banyak kecelakaan lalu lintas yang membuktikan bahwa pengendara yang tidak memakai helm standar mengalami gegar otak bahkan kehilangan nyawa. Penelitian Kepolisian RI pada tahun 1972 bahkan menemukan fakta bahwa 50% kecelakaan yang menimbulkan korban jiwa dari pengendara sepeda motor disebabkan oleh luka di kepala. Tren tersebut berlangsung hingga penghujung 2008.
Perjalanan mengkampanyekan wajib menggunakan helm tidak berjalan mulus. Kota yang bisa disebut pelopor adalah Jakarta. Sebagai Ibukota Negara, wajib helm diberlakukan sejak 1985. Namun, tentangan terhadap aturan wajib helm mencuat pada 1987 di Kota Ujung Pandang (Makassar). Unjuk rasa menentang penggunaan helm bagi pengendara dan penumpang yang membonceng bahkan sempat menimbulkan tiga korban jiwa.
Upaya Kepolisian RI dan Departemen Perhubungan untuk mengkampanyekan penggunaan helm memang tak pernah henti. Sepuluh tahun kemudian, pemerintah bahkan sempat membagikan helm gratis bagi pengendara sepeda motor. Tidak saja pemerintah, para agen tunggal pemegang merek (ATPM) dan para dealer juga mengkampanyekan penggunaan helm standar. Mereka bahkan menggelar operasi penukaran helm tidak standar yang populer disebut helm cetok, dengan helm standar. Kampanye seperti itu bergulir dan menguat pada tahun 2008. Terkait helm, pemerintah melalui Departemen Perindustrian (Depperin) bahkan menerbitkan Standar Nasional Indonesia (SNI). Peraturan Menteri Perindustrian Nomor : 40/M-IND/PER/6/2008 tentang Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) Helm Pengendara Kendaraan Bermotor Roda Dua Secara Wajib, menegaskan bahwa seluruh helm yang beredar di Indonesia harus memiliki SNI tersebut. Tak terkecuali helm impor.
Dari kesemua itu, faktor paling penting adalah pengendara harus mematuhi rambu-rambu lalu lintas. Termasuk berhenti di belakang garis putih di setiap perempatan jalan. Bergerak saat lampu hijau dan berhenti pada saat lampu merah. Tidak saling menyerobot dan menghormati pengguna jalan raya lainnya, terlebih para pejalan kaki. (ed)
Saking seriusnya menekan kecelakaan sepeda motor pemerintah bahkan memasukan penggunaan helm dalam Undang-undang No. 14 tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Pasal 61 ayat (3) dan PP No. 44 tahun 1993 yang mensyaratkan bagi semua pengendara sepeda motor dan penumpangnya untuk memakai helm.
Penumpang yang tidak memakai helm bisa kena pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan, atau denda sebesar Rp 1.000.000 (satu juta rupiah).
Banyak kecelakaan lalu lintas yang membuktikan bahwa pengendara yang tidak memakai helm standar mengalami gegar otak bahkan kehilangan nyawa. Penelitian Kepolisian RI pada tahun 1972 bahkan menemukan fakta bahwa 50% kecelakaan yang menimbulkan korban jiwa dari pengendara sepeda motor disebabkan oleh luka di kepala. Tren tersebut berlangsung hingga penghujung 2008.
Perjalanan mengkampanyekan wajib menggunakan helm tidak berjalan mulus. Kota yang bisa disebut pelopor adalah Jakarta. Sebagai Ibukota Negara, wajib helm diberlakukan sejak 1985. Namun, tentangan terhadap aturan wajib helm mencuat pada 1987 di Kota Ujung Pandang (Makassar). Unjuk rasa menentang penggunaan helm bagi pengendara dan penumpang yang membonceng bahkan sempat menimbulkan tiga korban jiwa.
Upaya Kepolisian RI dan Departemen Perhubungan untuk mengkampanyekan penggunaan helm memang tak pernah henti. Sepuluh tahun kemudian, pemerintah bahkan sempat membagikan helm gratis bagi pengendara sepeda motor. Tidak saja pemerintah, para agen tunggal pemegang merek (ATPM) dan para dealer juga mengkampanyekan penggunaan helm standar. Mereka bahkan menggelar operasi penukaran helm tidak standar yang populer disebut helm cetok, dengan helm standar. Kampanye seperti itu bergulir dan menguat pada tahun 2008. Terkait helm, pemerintah melalui Departemen Perindustrian (Depperin) bahkan menerbitkan Standar Nasional Indonesia (SNI). Peraturan Menteri Perindustrian Nomor : 40/M-IND/PER/6/2008 tentang Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) Helm Pengendara Kendaraan Bermotor Roda Dua Secara Wajib, menegaskan bahwa seluruh helm yang beredar di Indonesia harus memiliki SNI tersebut. Tak terkecuali helm impor.
Dari kesemua itu, faktor paling penting adalah pengendara harus mematuhi rambu-rambu lalu lintas. Termasuk berhenti di belakang garis putih di setiap perempatan jalan. Bergerak saat lampu hijau dan berhenti pada saat lampu merah. Tidak saling menyerobot dan menghormati pengguna jalan raya lainnya, terlebih para pejalan kaki. (ed)
0 komentar:
Posting Komentar
Terimakasih atas kunjungan sahabat ke blog ini, Silahkan tinggalkan komentar,kritik dan saran dibawah ini. Untuk menghindari SPAM mohon isi kata verifikasi sebelumnya,trims.