TERIK matahari tak mengusik Iwan meladeni pembeli. Puluhan helm aneka warna-warni menggelitik mata calon konsumen. Di bagian depan lapak pria usia 30-an tahun itu, terpampang tulisan 'Helm Rp 10.000'. Hemm...murah nih.
Lapak itu digelar di atas pelataran parkir sebuah toko di pinggir Jl Dewi Sartika, Jakarta Timur. Jajaran helm dibanderol beragam, mulai Rp 10 ribu, Rp 12 Ribu, Rp 15 ribu, hingga Rp 40 ribu. Tidak ada kode standar nasional Indonesia (SNI), department of transportation (DOT) apalagi SNELL. "Saya ngambilnya langsung dari pabrik di Tangerang, Banten," tutur Iwan, Selasa (17/3).
Dengan lincah ia meladeni tawar menawar harga helm. Jenis helm yang dibanderol Rp 40 ribu unit bisa ditawar menjadi Rp 31 ribu. "Kalau yang cetok harga pas mas, Rp 10 ribu," katanya.
Ia menjelaskan kepada konsumen bahwa yang jenis cetok tidak aman bagi pengguna helm. Cetok adalah helm yang hanya melindungi separuh kepala dan tidak memiliki pelindung wajah. "Bukannya saya minta dibeli yang mahal, mending beli yang Rp 40 ribu. Bisa untuk jalan ke luar kota," papar pria yang mengaku sudah satu tahun berjualan helm.
Helm cetok yang dijual Iwan selain berbahan mudah pecah, juga tidak memiliki pengait untuk 'meng-klik' agar helm terpasang erat-erat. Untuk memakainya, konsumen harus membuat simpul. Agak repot. "Saya beli helm cetok untuk pembonceng mas," ujar seorang pembeli.
Iwan mengaku mampu menjual sekitar 40-50 unit per hari. "Kebanyakan helm cetok," kata dia. Bagaimana marginnya? "Sekitar Rp 3 ribu hingga Rp 5 ribu per unit," katanya.(ed)
Lapak itu digelar di atas pelataran parkir sebuah toko di pinggir Jl Dewi Sartika, Jakarta Timur. Jajaran helm dibanderol beragam, mulai Rp 10 ribu, Rp 12 Ribu, Rp 15 ribu, hingga Rp 40 ribu. Tidak ada kode standar nasional Indonesia (SNI), department of transportation (DOT) apalagi SNELL. "Saya ngambilnya langsung dari pabrik di Tangerang, Banten," tutur Iwan, Selasa (17/3).
Dengan lincah ia meladeni tawar menawar harga helm. Jenis helm yang dibanderol Rp 40 ribu unit bisa ditawar menjadi Rp 31 ribu. "Kalau yang cetok harga pas mas, Rp 10 ribu," katanya.
Ia menjelaskan kepada konsumen bahwa yang jenis cetok tidak aman bagi pengguna helm. Cetok adalah helm yang hanya melindungi separuh kepala dan tidak memiliki pelindung wajah. "Bukannya saya minta dibeli yang mahal, mending beli yang Rp 40 ribu. Bisa untuk jalan ke luar kota," papar pria yang mengaku sudah satu tahun berjualan helm.
Helm cetok yang dijual Iwan selain berbahan mudah pecah, juga tidak memiliki pengait untuk 'meng-klik' agar helm terpasang erat-erat. Untuk memakainya, konsumen harus membuat simpul. Agak repot. "Saya beli helm cetok untuk pembonceng mas," ujar seorang pembeli.
Iwan mengaku mampu menjual sekitar 40-50 unit per hari. "Kebanyakan helm cetok," kata dia. Bagaimana marginnya? "Sekitar Rp 3 ribu hingga Rp 5 ribu per unit," katanya.(ed)
1 komentar:
Bro Edo memang serius menekuni dunia industri sepeda motor. Salah satu hasil karyanya dituangkan ke dalam sebuah buku. Tak hanya itu, faktor keselamatan juga menjadi perhatian Bro Edo. Selamat.
Posting Komentar
Terimakasih atas kunjungan sahabat ke blog ini, Silahkan tinggalkan komentar,kritik dan saran dibawah ini. Untuk menghindari SPAM mohon isi kata verifikasi sebelumnya,trims.