BUDAYA malu kian memalukan. Rasa malu sirna oleh egoisme. Tidak ada lagi rasa malu melabrak aturan, termasuk saat di jalan raya. Mana jatidiri bangsa timur yang mengagungkan kesopanan dan tatakrama? Mana rasa tenggang rasa itu?
Pertanyaan itu bertubi-tubi menghantui benak ini. Pertanyaan mencuat kala melihat ugal-ugalannya perilaku penggguna jalan di Jakarta. Kamis (2/7), setidaknya saya melihat tiga peristiwa ugal-ugalan. Pertama, seorang bikers dgn arogan menghidupkan klakson keras-keras meminta jalan kepada pengguna jalan lainnya. Padahal, tak ada yg membuatnya takmpak harus mendapat prioritas jalan. Kedua, dua bikers sundulan. Tabrak belakang. Bikers yg pertama dgn mendadak menghentikan laju motornya, sedangkan yg satunya terlalu mepet, tidak jaga jarak. Ketiga, bikers remaja, nangis sesengukan manakala kepalanya luka. Loh, knapa gak pake helm?
Semua itu ada aturannya. UU No 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) mengatur soal siapa yg harus mendapat prioritas di jalan. Mereka di antaranya adalah pemadam kebakaran, ambulans,pemimpin dan tamu negara. Lalu, soal tatacara mendahului. Setidaknya diatur bahwa mendahului itu harus dari sebelah kanan dan hendaknya memberi tanda kepada kendaraan yg hendak didahului. Terakhir, soal helm. Tegas diatur. Bahkan, dendanya maksimal Rp 250 ribu atau kurungan badan satu bulan.
Lalu, kemana rasa malu kita sehingga melabrak aturan itu semua? (edo rusyanto)
2 komentar:
besok2 pada pakai elmnya di dengkul aja yaa..biar gak nangis lagi..
hi hi hi...prihatin banget ngeliatnya. gagah saat ugal2an, ketika nyungsek, sesengukan...duh bangsaku
Posting Komentar
Terimakasih atas kunjungan sahabat ke blog ini, Silahkan tinggalkan komentar,kritik dan saran dibawah ini. Untuk menghindari SPAM mohon isi kata verifikasi sebelumnya,trims.