Info : Silahkan klik di SINI untuk membaca artikel versi wordpress dari Edo Rusyanto

Selasa, 04 Agustus 2009

Kenapa Kita Lupa Motor Berisiko Tinggi?




Apa yg terlintas dalam pikiran Anda saat berkendara sepeda motor?
1. Ingin cepat mencapai tujuan,
2. Tampil gaya dengan sepeda motor terbaru atau modifikasi.
3. Terlihat gagah karena beramai-ramai.
4. Bakal kehujanan dan kepanasan.
5. Bisa meliuk-liuk alias menyalip kendaraan lain.

Jawaban di atas adalah yang paling sering saya temui saat berbincang dengan para pengendara sepeda motor (bikers). Baik mereka yang tergabung dalam kelompok sepeda motor, maupun pengendara biasa alias masyarakat umum.
Tapi kenapa jarang terlintas di pikiran kita bahwa risiko terlibat kecelakaannya cukup tinggi? Atau terlintas pikiran agar selamat sampai tempat tujuan?
Apakah kedua hal itu tadi dianggap sebagai sesuatu yang otomatis melekat dalam diri kita sehingga kita berkendara dengan santun? Tapi knp banyak di antara kita berkendara tetap ugal2an? Apakah kita lupa ada keluarga tercinta yang menunggu kita pulang dengan selamat?
Nah...jika memang lupa untuk berkendara agar selamat sampai tujuan, tugas sayalah yang mengingatkan Anda semua.
Bagaimana caranya? Mari kita tengok sekeliling kita. Data menunjukkan jumlah bikers yang tewas sepanjang Januari-Juli 2009 naik sekitar 19,04% dibandingkan periode sama 2008.
Risiko yang sudah menjadi sifat sepeda motor adalah terkait kecilnya wujud sepeda motor dan hanya memiliki dua roda. Karena itu, sepeda motor mudah tergelincir. Bisa dengan mudah terjatuh akibat jalan yang licin karena hujan, tanah yang becek, gundukan pasir, apalagi ceceran oli. Belum lagi akibat jalan yang berlubang.
Kecilnya fisik motor dibandingkan kendaraan roda empat atau lebih, juga menyebabkan mudah terjatuh hanya karena senggolan kecil sekalipun. Kadang, karena sulit terlihat oleh pengendara bus dan truk kontainer, motor tak jarang menjadi korban tabrakan.
Ada juga istilah daerah tak terlihat alias blind spot yakni ketika sepeda motor berada di bagian belakang atau samping mobil. Karena itu, kewajiban menyalakan lampu pada malam dan siang hari menjadi masuk akal pada bagian ini.
Masih terkait fisiknya yang kecil, sepeda motor memiliki daya angkut yang terbatas. Terlebih untuk sepeda motor 250 cc ke bawah. Modifikasi yang berlebihan untuk jenis sepeda motor tersebut dengan tujuan terlihat gagah atau agar bisa membawa banyak barang bisa menimbulkan efek buruk. Pernah suatu ketika rangka sepeda motor jenis Yamaha Scorpio yang berkapasitas 225 cc, amblas nyaris patah. Bagaimana tidak, sang motor didandani dengan boks ukuran 45 liter dan side boks kanan kiri, plus dipakai berboncengan dengan bobot penumpang sekitar 160 kg. Belum lagi beban barang yang ada di boks dan side boks. Kondisi usia sepeda motor juga menentukan. Maklum dengan bobot sepeda motor yang hanya sekitar 148 kg, menjadi tidak seimbang jika harus mengangkut berat yang hampir dua kali lipatnya. Bagi pengendara tujuan jarak jauh, hal ini harus menjadi perhatian.
Membawa beban yang berlebihan, baik mengangkut penumpang 4 atau 5 orang, maupun membawa barang, seringkali juga mengganggu keseimbangan pengendara. Terlebih ketika bermanuver untuk mendahului, menanjak, menurun, maupun berbelok. Jangan tanya jika ternyata kondisi jalan berlubang dan kondisi hujan. Kenapa harus memaksakan diri?
Sifat alamiah sepeda motor yang lebih kecil dibandingkan mobil di sisi lain memang memiliki kelebihan yakni ketika melintas di tengah kemacetan jalan. Bisa bermanuver selip kanan kiri. Tentu harus dengan analisis medan yang cermat dan akurat. Sekadar mengandalkan keberanian dan keberuntungan semata, konyol namanya.

Perilaku Sembrono
Bagaimana jika risiko alamiah tadi dibumbui perilaku berkendara yang sembrono? Silakan ditelaah.
Kesembronoan kadang muncul tanpa disadari. Salah satunya adalah dengan dalih karena tergesa-gesa maka pengendara memacu sepeda motor di atas 80 kpj. Alasannya, jalan lengang. Lantas, ada juga yang nekat mengabaikan rambu dan marka jalan. Tak aneh, ada yang menerabas lampu merah dan naik trotoar jalan. Konyol.
Kesembronoan tadi berbuah gaya berkendara yang ugal-ugalan. Membuka ruang kecelakaan kian lebar. Untuk dirinya dan tentu saja orang lain.
Sikap sembrono bisa lahir karena minimnya analisis medan dan miskinnya keahlian berkendara. Contoh paling sederhana saat hendak mendahului kendaraan di depan kita. Analisis yang cermat tentang peluang untuk bisa mendahului harus akurat. Mampukah mesin sepeda motor kita mendahului sebuah bus? Adakah ruang terbuka di depannya dan bagaimana kendaraan lain dari arah berlawanan? Jika kesemuanya tidak memungkinkan jangan berspekulasi menggadaikan keselamatan kita demi sebuah aksi spekulatif. Jika ragu-ragu, lebih baik menunggu. Saya sepakat dengan sebuah jargon yang menyatakan lebih baik kehilangan beberapa saat, daripada hilang dalam sesaat.
Keahlian berkendara juga menetukan untuk dasar kita mengambil keputusan mendahului kendaraan di depan. Keahlian di sini termasuk seberapa besar kita memahami sepeda motor yang menjadi tunggangan. Tentu saja berbeda anatara motor bebek, sport, dan skuter otomatis (skutik).
Sebuah keberanian tanpa analisis yang akurat adalah kekonyolan. Di sisi lain, perilaku saling menghargai sesama pengguna jalan menjadi hal vital dalam menciptakan kenyamanan berlalulintas. Pilihan ada di tangan kita. Semakin sembrono, kian lebar celah terjadi kecelakaan. Tingginya akurasi analisis medan serta ketaatan pada rambu dan marka jalan, mempersempit peluang kecelakaan. Celah celaka kian menipis manakala sikap santun saling menghargai dijunjung tinggi para pengguna jalan. Arogansi saat berkendara memicu ketidaksenangan banyak pihak.
Tak heran jika kemudian para wakil rakyat di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengesahkan Rancangan Undang Undang (RUU) Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) pada 26 Mei 2009. Perundangan yang sarat dengan sanksi pidana dan denda itu kemudian diteken Presiden susilo Bambang Yudhoyono pada 23 Juni 2009, satu hari menjelang pencanangan Pekan Nasional Keselamatan Jalan (PNKJ) ketiga tahun 2009 yang digelar di Teater Tanah Airku, TMII, Jakarta. UU yang kemudian diberi nomor UU No 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan itu, memuat ancaman sanksi bagi perilaku pengendara yang memicu kecelakaan. Pada tahap paling rendah adalah sanksi kurungan satu bulan dan denda Rp 250 ribu. Misalnya saja, bersepeda motor tanpa helm sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI). Sementara itu, sanksi paling berat terkait kecelakaan adalah ancaman kurungan enam tahun atau denda Rp 12 juta bagi mereka yang menyebabkan kecelakaan dan korbannya meninggal dunia.
UU tersebut juga memperketat cara untuk memperoleh surat izin mengemudi. Jika demikian berisiko, kenapa Anda masih ugal-ugalan saat berkendara sepeda motor? (edo rusyanto)

0 komentar:

Posting Komentar

Terimakasih atas kunjungan sahabat ke blog ini, Silahkan tinggalkan komentar,kritik dan saran dibawah ini. Untuk menghindari SPAM mohon isi kata verifikasi sebelumnya,trims.

Related Posts with Thumbnails
 
Copyright 2009 Edo Rusyanto's Traffic. Powered by Blogger Blogger Templates create by Deluxe Templates. WP by Masterplan and Arrange by Ian