Info : Silahkan klik di SINI untuk membaca artikel versi wordpress dari Edo Rusyanto

Rabu, 05 Agustus 2009

Kampanye Safety Riding Ala ATPM


foto:dokumen ibc

PARA agen tunggal pemegang merek (ATPM) sepeda motor di Indonesia terus melenggang memenuhi pundit-pundinya. Sejak 30-an tahun lalu, sedikitnya 44 juta unit sepeda motor diserap oleh pasar Indonesia.
Produk sepeda motor merek Jepang masih mendominasi hingga kini. Lebih dari 90% pasar domestik dikuasai merek asal negeri Matahari Terbit itu. Siapa yang tak kenal Honda, Yamaha, Suzuki, dan Kawasaki. Mereka asyik menggenggam pasar di segala segmen sepeda motor.
Setiap merek tersebut melenggang dengan satu ATPM. Sang pemimpin pasar, Honda, dibesut oleh PT Astra Honda Motor (AHM). Pemegang tampuk nomor dua, Yamaha, diusung oleh PT Yamaha Motor Kencana Indonesia (YMKI), lalu Suzuki diawaki oleh PT Indomobil Niaga Indonesia (IMNI), sedangkan sibungsu, Kawasaki dikawal PT Kawasaki Motor Indonesia (KMI).
Meski mereka adu otot merayu konsumen di Nusantara, bisa dipastikan mereka satu barisan di negeri asalnya. Bersatu menyerbu pasar nomor tiga terbesar di dunia setelah Republik Rakyat Cina (RRC) dan India. Tahun 2008, pasar Indonesia menyerap sedikitnya 6,2 juta unit sepeda motor. Tahun ini, diprediksi menurun menjadi sekitar 4,5 juta unit. Maklum, krisis finansial global yang bermula di Negeri Barrack Obama, AS, masih belum reda benar pada 2009. Konsumen banyak mengencangkan ikat pinggang. Terlebih, kebijakan suku bunga pinjaman perbankan yang masih tergolong tinggi untuk pembiayaan sepeda motor yakni berkisar 30-an% per tahun, belum mampu mendukung daya beli konsumen. Jadilah, penjualan 2009 lebih rendah dibandingkan 2008 yang memang merupakan puncak penjualan sepeda motor sepanjang sejarah Indonesia.
Selama konsumen Indonesia menganggap sepeda motor sebagai alat transportasi yang aman dan selamat, sepanjang itu pula penjualan sepeda motor bakal terus menggeliat. Rata-rata lajut pertumbuhannya bisa 20% per tahun. Luar biasa.
Citra sepeda motor sebagai alat transportasi alternatif untuk kegiatan sehari-hari masyarakat terus dipompa oleh para ATPM. Kini, di era menjamurnya kelompok sepeda motor, disadari atau tidak, kelompok tersebut menjadi perpanjangan tangan propaganda yang efektif bagi ATPM. Ada yang menjulukinya sebagai duta merek (brand ambassador) bahkan ada yang menyebutnya sebagai pemasar tidak langsung (soft marketer). Citra yang dibentuk oleh anggota kelompok sepeda motor minimal adalah soal ketangguhan dan kelebihan sepeda motor mereka. Tentu saja menjadi ajang pencitraan gratis bagi ATPM.

Kampanye ATPM

Terkait pencitraan sepeda motor sebagai alat transportasi yang aman dan selamat, tak heran jika para ATPM sejak pertengahan tahun 2000 mulai gencar mengkampanyekan berkendara sepeda motor yang aman dan selamat alias safety riding. Tidak saja ATPM, lewat jejaringnya, yakni para dealer utama maupun dealer di bawahnya, mereka bahu membahu menggelontorkan program safety riding.
Dengan bungkus untuk ikut menekan angka kecelakaan sepeda motor di jalan, program tersebut memperoleh sambutan hingar bingar dari masyarakat, anggota kelompok sepeda motor, kepolisian, departemen perhubungan, hingga kalangan sekolah serta kampus. Maklum, sejumlah ATPM, seperti PT AHM dan PT YMKI, cukup gencar menyasar siswa mulai tingkat dasar hingga lanjutan, bahkan perguruan tinggi.
Wajar saja para ATPM giat mendonasi program safety riding. Tengok saja kocek mereka yang dipenuhi dari hasil penjualan. Pada 2008, AHM mampu melego 2,87 juta unit. Berapa rupiah yang masuk? Dengan asumsi menggunakan rata-rata per unit Rp 10 juta, AHM sedikitnya meraup Rp 28,7 triliun. Fantastis. Bagaimana ATPM yang lainnya? YMKI menjual sekitar 2,46 juta unit (Rp 24,6 triliun), dan IMNI sekitar 793 ribu unit (Rp 7,9 triliun). Omzet sepeda motor tahun 2008 ditaksir sekitar Rp 62 triliun, naik 31,9% dibandingkan 2007 yang ditaksir sekitar Rp 47 triliun.
Andai 1% saja dari pendapatan para ATPM disisihkan untuk sosialisasi dan kampanye safety riding, berarti terkumpul sedikitnya Rp 620 miliar. Suatu angka yang dahsyat.

Perlu Peningkatan
Kembali soal aktifitas ATPM menggelorakan semangat safety riding, memang bukan semata melalui pelatihan atau program edukasi sesaat. Saat konsumen membeli sepeda motor, para ATPM bisa memberikan buku petunjuk mengenai motor yang dilengkapi petunjuk mengenai safety riding, termasuk membagikan helm berkualitas Standar Nasional Indonesia (SNI). Jika sekarang merebak wacana pemberian dua buah helm, rasanya tak berlebihan jika para ATPM menyetujui wacana tersebut. Meski pada ujungnya, bisa saja ATPM membebani biaya pembuatan helm ke dalam harga jual motor.
Langkah ATPM seperti PT AHM yang mendatangkan alat simulasi serta mendirikan pusat pelatihan safety riding, bisa ditiru oleh ATPM lainnya. Namun, dari kesemua program yang digulirkan ATPM baik edukasi, kampanye, pelatihan, dan hiburan musik yang disisipkan pesan safety riding, masih terasa perlunya peningkatan keseriusan. ATPM bisa membuat program yang lebih serius dengan melakukan observasi pascapelatihan atau workshop. Apakah materi yang diberikan diimplementasikan? Atau, lebih ekstrim lagi, tidak menjual sepeda motor kepada seseorang yang belum memiliki surat izin mengemudi (SIM).
Peran ATPM menjadi vital. Undang Undang No 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ) membuka ruang besar bagi peran masyarakat untuk meningkatkan pemahaman akan berkendara yang aman dan selamat. Maklum, dua tahun terakhir, tiga orang tewas akibat kecelakaan di jalan Jakarta. (edo rusyanto)

0 komentar:

Posting Komentar

Terimakasih atas kunjungan sahabat ke blog ini, Silahkan tinggalkan komentar,kritik dan saran dibawah ini. Untuk menghindari SPAM mohon isi kata verifikasi sebelumnya,trims.

Related Posts with Thumbnails
 
Copyright 2009 Edo Rusyanto's Traffic. Powered by Blogger Blogger Templates create by Deluxe Templates. WP by Masterplan and Arrange by Ian