SIANG ini, seorang teman mengirimi saya email dengan judul ‘safety?’. Ternyata ia ingin sharing tentang sebuah tampilan iklan produk oli sepeda motor. Segera saya klik lampiran email tersebut yang berisi foto hasil scanning iklan dari sebuah media cetak.
Sepintas tak ada yang istimewa. Dalam iklan tersebut, dua pengendara sepeda motor sport masing-masing membawa penumpang alias boncenger. Pada motor sport yang pertama terlihat boncenger asyik memeluk pundak rider-nya, sedangkan di motor lainnya, sang boncenger duduk menyilangkan kaki tanpa berpegangan dengan sang rider. Lantas, dimana masalahnya?
Menurut teman penggiat keselamatan berkendara sepeda motor (safety riding), pengendara dan boncenger harus menyatu agar ketika terjadi benturan, sang boncenger tak terlontar yang berisiko menimbulkan luka. Terutama luka di kepala.
Proses penyatuan itu, ujar teman saya, cukup dengan cara boncenger berpegangan secara erat pada bagian pinggang sang rider. ”Cara berpegangan seperti itu bisa mengurangi risiko terlontar saat terjadi pengereman mendadak,” katanya lagi.
Kembali soal iklan produk oli itu. Selain cara berboncengan yang seakan mengabaikan aspek keselamatan. Iklan tersebut juga menampilkan rider yang tidak mengekan jaket. Bahkan, hanya menggunakan kaos singlet yang menonjolkan kekekaran otot sang rider. Padahal, sang pengendara menunggang motor sport yang notabene bisa dipacu di atas 80 kilometer per jam (kpj).
Kerap kali, para penggiat safety riding mengajak para rider agar melengkapi diri dengan alat perlindungan diri (APD), mulai dari sepatu, jaket, sarung tangan, hingga helm.
Iklan oli yang menampilkan kelengkapan APD justru dilakukan oleh produsen lainnya. Dalam iklan di media cetak itu, selain menampilkan kemasan oli, juga divisualkan sang rider dan sepeda motornya. Sang rider mengenakan atribut lengkap APD. Lalu, kenapa produsen oli yang cukup terkenal itu tidak menampilkan sosok pengendara yang peduli pada safety riding?
Padahal, kata para ahli komunikasi, iklan bisa mempengaruhi persepsi seseorang yang melihat iklan tersebut. Ironisnya, jika persepsi yang dibangun adalah membuat biasa hal yang keliru, bakalan runyam urusannya. Terkait safety riding, persepsi yang harus dibangun adalah pentingnya APD dan perilaku berkendara yang bersahabat dan santun di jalan. (edo rusyanto)
2 komentar:
Memangnya belum ada UU periklanan atau apalah namanya itu yg mengatur tentang dunia advertisement yg menyangkut transportasi ya bro? beda banget sama iklan luar negeri, payah nih pemerintah kita, kurang selektif bgt!!
perlu peningkatan pemahaman para pemilik rumah produksi/biro iklan terkait safety riding. soal aturan, paling banter menyangkut SARA dan etika. tapi soal yg spesifik seperti safety riding, lebih kepada kemauan rumah produksi untuk peka terhadap isu di sekitar masyarakat.
Posting Komentar
Terimakasih atas kunjungan sahabat ke blog ini, Silahkan tinggalkan komentar,kritik dan saran dibawah ini. Untuk menghindari SPAM mohon isi kata verifikasi sebelumnya,trims.