Info : Silahkan klik di SINI untuk membaca artikel versi wordpress dari Edo Rusyanto

Rabu, 14 Oktober 2009

Pengguna Jalan yang Memperoleh Hak Utama


foto:edo

JUDUL tulisan itu menimbulkan sedikit kegundahan. Kenapa? Begini. Bangsa kita ternyata gemar memberikan perlakuan khusus kepada kelompok tertentu. Namun, kalau ternyata hak utama atau perlakuan khusus itu untuk kepentingan banyak orang, ya...silakan saja. Ironisnya, jika hak utama itu ’dipelintir’ untuk kepentingan segelintir orang. Memangnya ada? Hemmm....bisa ya, bisa nggak.

Ok. Kita kembali soal siapa sih yang mendapat hak utama di jalan?
Undang Undang No 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) menyebutkan, kendaraan bermotor yang memiliki hak utama adalah kendaraan bermotor yang mendapat prioritas dan wajib didahulukan dari pengguna jalan lain. Siapa sajakah mereka?

Pasal 134 UU tersebut menjelaskan bahwa pengguna jalan yang memperoleh hak utama untuk didahulukan mencakup; a. kendaraan pemadam kebakaran yang sedang melaksanakan tugas, b. ambulans yang mengangkut orang sakit,
c. kendaraan untuk memberikan pertolongan pada kecelakaan lalu lintas, d. kendaraan pimpinan lembaga negara Republik Indonesia, e. kendaraan pimpinan dan pejabat negara asing serta lembaga internasional yang menjadi tamu negara, f. iring-iringan pengantar jenazah, dan g. konvoi dan/atau kendaraan untuk kepentingan tertentu menurut pertimbangan petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Menilik penjelasan pasal itu, dimana yah hak istimewa konvoy kelompok sepeda motor yang berniat touring keluar kota? He he he...silakan terka deh.

Selain membeberkan siapa saja yang berhak mendapat hak utama, UU No 22/2009 juga mengatur tata cara mereka. Tengok pasal 135 yang menyebutkan pada ayat (1) kendaraan yang mendapat hak utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 134 harus dikawal oleh petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia dan/atau menggunakan isyarat lampu merah atau biru dan bunyi sirene.

Lalu, pada ayat (2) dijelaskan petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia melakukan pengamanan jika mengetahui adanya Pengguna Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Sedangkan pada ayat (3) alat pemberi isyarat lalu lintas dan rambu lalu lintas tidak berlaku bagi kendaraan yang mendapatkan hak utama sebagaimana dimaksud dalam pasal 134.

Mereka yang memiliki hak utama memang mendapat prioritas saat di jalan. Pengguna jalan yang lain harus bersabar.

Sssttt...ada sanksinya loh terkait hak utama di jalan. Bunyinya begini. Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan yang melanggar ketentuan mengenai penggunaan atau hak utama bagi kendaraan bermotor yang
menggunakan alat peringatan dengan bunyi dan sinar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59, Pasal 106 ayat (4) huruf f, atau Pasal 134 dipidana dengan pidana kurungan paling lama satu bulan atau denda paling banyak Rp 250 ribu. Coba aja tengok Pasal 287 ayat 4. (edo rusyanto)

3 komentar:

free_adi mengatakan...

rasa-rasanya pengguna jalan terutama di jakarta kepinginnya mendapat hak istimewa semua bung edo.. tengok saja sepulang mengantar jenazah.. kendaraan TNI kosong.. ambulan kosong.. bahkan kendaraan dinas anggota dewan. jadi pengendara biasa pun ikutan (niru) gaya mereka.. terpenting lepas dr kemacetan. tentang konvoi sepeda motor tidak perlu sangsi lagi setiap komunitas maunya menjadi pemilik jalanan.. tugas berat para penegak hukum

Anonim mengatakan...

Mengenai kekakuan pengaturan keprotokoleran, saya jadi teringat pengaturan bagi Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) saat berkunjung ke Brussels, Belgia, pada akhir tahun 2006. Saat itu Pak JK sedang melakukan kunjungan kerja dalam rangka memenuhi undangan Sekjen Dewan UE, Javier Solana. Kalau di tanah air, Pak JK tentunya bisa mendapatkan perlakuan istimewa saat berkendaraan di jalan raya. Namun tidak demikian halnya dengan di Belgia. Dalam ketentuan keprotokolan disana, kedudukan wapres dianggap sejajar dengan wakil perdana menteri atau menteri. Karena itu, Pak JK tidak berhak untuk mendapatkan pengawalan vorider. Meski telah dilobby secara intensif, pemerintah Belgia bersikukuh menerapkan ketentuan protokoler tersebut. Akhirnya sampai saat Pak JK meninggalkan Brussels, tidak ada vorider resmi yang disediakan Pemerintah Belgia, di ceritakan oleh Aris Heru Utomo seseorang yang pernah tinggal di brussles

Edo Rusyanto mengatakan...

bro freeadi, penegakan hukum di jalan memang harus konsisten, krn tanpa konsistensi, kondisi jalan yg aman, nyaman, dan selamat masih menjadi mimpi kita bersama. hemmm...kapan terwujud neh.

soal tamu negara menjadi prioritas utama di jalan kalau ditilik mirip dengan kita yg memberi prioritas saat menjamu tamu datang ke rumah. namun, ketika Belgia menganggap hal itu berbeda, menurut aku juga lumrah. btw, bgm yah traffic di Belgia? karut marut kayak jakarta gak yah? trims inputnya bro. salam

Posting Komentar

Terimakasih atas kunjungan sahabat ke blog ini, Silahkan tinggalkan komentar,kritik dan saran dibawah ini. Untuk menghindari SPAM mohon isi kata verifikasi sebelumnya,trims.

Related Posts with Thumbnails
 
Copyright 2009 Edo Rusyanto's Traffic. Powered by Blogger Blogger Templates create by Deluxe Templates. WP by Masterplan and Arrange by Ian