Info : Silahkan klik di SINI untuk membaca artikel versi wordpress dari Edo Rusyanto

Jumat, 16 Oktober 2009

Sampai Kapan Naik Sepeda Motor?


foto:edo

PENGGUNA sepeda motor masih puritan di jalan. Lengah sedikit, celaka sudah di depan mata.

Kita maklum, hingga kini, sepeda motor masih menjadi alternatif transportasi yang bisa mengobati semrawutnya moda transportasi. Terlebih di kota-kota besar seperti Jakarta. Namun, pernahkah tersirat, sampai kapan kita menggunakan sepeda motor untuk sarana transportasi sehari-hari?

Sejarah sepeda motor di Indonesia tergolong cukup lama sejak kolonial Belanda bercokol di Tanah Air. Saat itu, kendaraan roda dua tersebut banyak dipakai sebagai alat transportasi para tuan tanah dan aparat militer.

Geliat penjualan sepeda motor di pasar domestic kian kencang memasuki paruh akhir 1990 atau jelang 2000. Penjualan tiap tahun terus membubung hingga Oktober 2009. populasi sepeda motor ditaksir mencapai 62 juta unit. Coba bandingkan dengan populasi mobil yang ditaksir hanya sekitar 10 juta unit.

Para pemain bisnis sepeda motor pun terus bertambah. Selain para agen tunggal pemegang merek (ATPM) sepeda motor asal Jepang, seperti Honda, Yamaha, Suzuki, dan Kawasaki. Motor asal Eropa dan AS, seperti Harley-Davidson, para pemain asal India seperti TVS dan Pulsar juga giat menyerbu pasar domestik kita. Tidak mau ketinggalan tentunya motor-motor produksi Cina. Khusus untuk motor asal Cina, kehadirannya sempat menggoyang pasar domestic pada 2000-an awal. Kini, kehadirannya kurang begitu terasa menggoyahkan produk asal Negeri Matahari Terbit.

Saat ini, sekitar 99% pasar domestik dikuasai oleh produk Jepang. Maklum, mereka sudah beroperasi di Indonesia sejak 30-an tahun lalu. Tengok saja data yang disajikan Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (Aisi). Asosiasi ini beranggotakan delapan ATPM yakni Honda, Yamaha, Suzuki, Kawasaki, Piaggio, Kymco, Kanzen, dan TVS. Ke-delapan produsen itu memiliki kapasitas produksi total sekitar 7 jutaan unit per tahun.

Seorang pejabat pemerintah menuturkan, sepeda motor saat ini menjadi alternatif sesaat di tengah belum terwujudnya sistem transportasi yang aman, nyaman, dan terjangkau masyarakat luas. ”Padahal, sepeda motor berbahaya bagi pengendaranya. Terlebih untuk perjalanan jauh. Hal itu mengingat sepeda motor tidak didesain untuk perjalanan jauh,” tutur sang pejabat.

Bagaimana bagi kebanyakan masyarakat kita saat ini? Tak ada yang menyangkal, mayoritas masih mengusung sepeda motor sebagai alat transportasi utama. Terlebih bagi mereka yang tinggal di kota besar atau di sekitar kota besar. Sepeda motor menemani aktifitas mencari nafkah dan menuntut ilmu, bahkan untuk alat rekreasi.

Sisi gelap sepeda motor saat ini adalah karena tingginya kendaraan roda tersebut yang terlibat dalam kecelakaan di jalan. Dari sekitar 18 ribu korban meninggal dalam kecelakaan di jalan pada 2008, sekitar 65% adalah pengendara sepeda motor. Kecelakaan yang melibatkan sepeda motor memang cukup tinggi karena sepeda motor wujudnya lebih kecil dibandingkan mobil. Sepeda motor lebih mudah tergelincir dan terjatuh. Rentan ketika terjadi benturan dengan mobil apalagi dengan sejenis truk.

Namun, menurut pejabat tadi, sekitar 70% kasus kecelakaan yang melibatkan sepeda motor, dipicu oleh perilaku sang pengendara sepeda motor. Nah loh!!??

Ya. Perilaku bersepeda motor yang ugal-ugalan menjadi pemicu paling besar terjadinya kecelakaan. Kini, bibir masyarakat pengguna jalan tersenyum sinis atas perilaku yang ugal-ugalan. Kebetulan, karena mayoritas kendaraan di jalan adalah sepeda motor, kelompok inilah yang menjadi tempat paling empuk sebagai tudingan biang kerok di jalan. Kenapa pengendara sepeda motor ugal-ugalan? Hanya para bikers yang bisa menjawab secara pasti.


Responsible Riding

Karena itu, tak keliru jika sejak saat ini, tak usah menunggu besok, menerapkan perilaku bersepeda motor yang bertanggung jawab alias responsible riding. Seseorang yang bertanggung jawab tak akan mencelakakan dirinya, apalagi orang lain.

Secara konkret, responsible riding mendorong bikers untuk bersikap santun. Ia melengkapi dirinya dengan peralatan bersepeda motor yang mampu melindungi dari risiko kecelakaan. Misalnya, helm, sepatu, jaket, dan sarung tangan.

Selain itu, merawat sepeda motornya secara berkala dengan menggunakan suku cadang yang berkualitas baik. Di sisi lain, sudah pasti tidak memakai aksesoris berlebihan yang bukan merupakan hak pengendara sepeda motor seperti sirene dan strobo.

Tanggung jawab yang tak kalah penting adalah kepada keluarga. Setiap korban kecelakaan di jalan, termasuk bikers, sedikit banyak akan terimbas secara finansial. Entah untuk mengobati luka atau memperbaiki kendaraan yang rusak. Apalagi jika sang korban sampai meninggal dunia, sekaligus sebagai tulang punggung ekonomi keluarga. Lenyaplah tiang ekonomi. Bikers yang bertanggung jawab kepada keluarga tak akan pernah lupa bahwa ada keluarga tercinta yang menunggu untuk kembali ke rumah dengan selamat. Tak heran, biasanya, bikers seperti ini super hati-hati.

Wujud lain sikap bertanggung jawab adalah mentaati aturan lalu lintas (lalin). Termasuk bersepeda motor ketika memiliki surat izin mengemudi (SIM) dan melengkapi surat motor seperti surat tanda nomor kendaraan (STNK). Lalu, semakin bertanggung jawab, seorang bikers tak akan berhenti melewati garis putih, naik trotoar, apalagi menerabas lampu merah.

Ketaatan kepada peraturan bukan karena adanya sanksi denda dan pidana yang menyeramkan seperti tertuang di Undang Undang No 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ). Contohnya, denda Rp 100 ribu hingga Rp 12 juta, atau denda kurungan dari satu bulan hingga enam tahun. Tentunya, sanksi tersebut terutama bagi pengguna jalan yang terbukti memicu terjadinya kecelakaan di jalan.

Bentuk yang merupakan bagian rasa tanggung jawab saat berkendara adalah turut aktif menjaga lingkungan hidup. Secara sederhana, tidak menggunakan knalpot yang mengeluarkan asap tebal serta bersuara memekakan telinga. Pada bagian lain, ada juga pendapat yang sangat ekstrim yakni di tengah merosotnya cadangan bahan bakar minyak (BBM) yang berbasis fosil, penggunaan kendaraan untuk jarak jauh hendaknya dikurangi. Semakin jauh berkendara, semakin banyak BBM yang dikuras. Hemmm...kalau yang ini, rasanya juga pas untuk dikampanyekan bagi para konsumen yang gemar mengkonsumsi produk impor. Hal itu karena semakin jauh asal barang itu, semakin besar bahan bakar yang dipakai oleh angkutan laut maupun udara yang membawa barang impor. Semakin cepat susutnya cadangan energi fosil.

Kembali soal responsible riding. Perwujudan hal itu semua menuntut partisipasi seluruh kalangan terkait. Selain pengguna sepeda motor, produsen, pedagang, departemen perhubungan, departemen pekerjaan umum, departemen perindustrian, departemen perdagangan, departemen dalam negeri, departemen kesehatan, pemerintah daerah, hingga kepolisian. Khusus aparat polisi lalu lintas (polantas), sudah saatnya menegakkan aturan lalin secara tegas dan konsisten. Maklum, di pundak merekalah beban menertibkan kondisi arus lalu lintas.

Tak heran jika pemerintah mengkampanyekan bahwa soal kecelakaan di jalan adalah tanggung jawab bersama. Bahkan, empati setiap pengguna jalan bisa menolong setiap korban yang terlibat kecelakaan.

Di sisi lain, pemerintah juga semestinya semakin gencar menata sistem transportasi darat. Semakin baik sistem transportasi sebuah negara, semakin baik pula pergerakan ekonominya. Sistem transportasi, khususnya pada moda transportasinya, harus menimbulan rasa aman, nyaman, dan dapat terjangkau oleh kebanyakan masyarakat. Bagaimana kondisi saat ini? Ternyata masih jauh panggang dari api. Tak heran jika di kota besar seperti Jakarta, hampir 30% pendapatan seorang karyawan, habis untuk biaya transportasi.

Akhirnya, melihat segala aspek yang ada, masihkah kita memakai sepeda motor sebagai alat transportasi sehari-hari? Pasti banyak yang menjawab: Masih! (edo rusyanto)

0 komentar:

Posting Komentar

Terimakasih atas kunjungan sahabat ke blog ini, Silahkan tinggalkan komentar,kritik dan saran dibawah ini. Untuk menghindari SPAM mohon isi kata verifikasi sebelumnya,trims.

Related Posts with Thumbnails
 
Copyright 2009 Edo Rusyanto's Traffic. Powered by Blogger Blogger Templates create by Deluxe Templates. WP by Masterplan and Arrange by Ian