Info : Silahkan klik di SINI untuk membaca artikel versi wordpress dari Edo Rusyanto

Sabtu, 31 Januari 2009

Kopdarling RSA di Pulsarian (Bagian pertama)


UDARA dingin merambat pelan menyelusup tangan, kaki, dan wajah. Maklum, malam itu, gerimis menerpa Jakarta. Perjalanan dari kantor di gedung Aryadutta Suites, Jl Jend Sudirman ke Taman Surapati, Jakarta Pusat, meski tidak lebih dari 10 kilometer, harus menemui beberapa genangan air di jalan beraspal. Jakarta masih berlubang.
Sepeda motor ku pacu agak cepat selepas fly over Casablanca yang mengarah ke Jl Mas Mansyur, persisnya ketika melintas di depan Hotel Le Meridien, di Jl Jend Sudirman. Laju sepeda motor sebelum kawasan itu hanya bergerak rata-rata 40 kilometer per jam (kpj). Kepadatan lalulintas (lalin) mencapai puncaknya. Jumat (30/1), pukul 20.01 WIB, menjadi pilihan para pencari nafkah di Jakarta, baik warga Jakarta maupun para urban untuk meninggalkan kantor untuk kembali ke temat tinggal mereka di Depok, Bogor, Tangerang, dan Bekasi (Debotabek).
Di ujung Jl Jend Sudirman, persisnya di bundaran Hotel Indonesia, kepadatan kendaraan mulai menumpuk, berbelok kanan menuju Jl Tanjung lalu ke Jl Teuku Umar hingga akhirnya memasuki kawasan Taman Surapati. Taman yang dibangun tahun 1926 oleh penjajah Belanda itu terlihat temaram. Usai mencari pintu masuk ke areal taman, akhirnya menemui trotoar yang diganjal paving block sehingga motor bisa melewati trotoar taman yang bentuknya lebih tinggi sekitar 5 cm dari jalan aspal.
Waktu memasuki pukul 20.20 WIB ketika rampung melepas helm, body protector di siku dan kaki. Rintik gerimis masih mendera. Lampu taman temaram. Di sisi taman tampak berjejer rapih terparkir puluhan sepeda motor Bajaj Pulsar. Ya. Malam ini, merupakan acara kopi darat keliling (kopdarling) Road Safety Association (RSA). Komunitas pengendara sepeda motor yang beranggotakan sekitar 70-an klub/komunitas sepeda motor di Jabodetabek. RSA fokus peduli kepada permasalahan keselamatan berkendara (safety riding) di jalan raya.
Kopdarling kali ini giliran Pulsarian, komunitas pengguna sepeda motor Pulsar, untuk menjadi tuan rumah. Komunitas pengguna Pulsar 180 dan 200 cc itu, didirikan pada 1 Maret 2007. Hingga kini, anggotanya sudah lebih dari 350 bikers.
Suasana di taman yang sebelumnya bernama Bisschoplein itu, layaknya taman-taman kota. Di sudut-sudut bangku taman tampak pasangan muda-mudi yang asyik bercengkerama, lalu para penjaja minuman ringan, rokok, dan permen asyik mengais rezeki. Namun, Taman Surapati malam ini terasa ’sesak’ oleh bikers. Walau, pada malam-malam tertentu di kawasan itu memang menjadi tempat kopdar komunitas sepeda motor. Selain Pulsarian, ada juga komunitas pengguna sepeda motor Kawasaki Ninja dan Honda Tiger yang mangkal di taman yang berhadapan dengan rumah dinas Gubernur DKI Jakarta.
Malam terus berlalu. Jadwal kopdarling yang tercantum pukul 19.00 WIB, ternyata belum dimulai sama sekali. Tampak anggota Pulsarian asyik berbincang-bincang. Setelah celingukan mencari pengurus RSA, akhirnya melihat bro Ecko, Syamsul, dan Sontul. Mereka juga sibuk sendiri dengan perbincangannya. Usai bersalam-salaman ala bikers, ikut nimbrung dengan mereka. Rasa haus mendorong untuk memanggil pedagang asongan. Usai meneguk air kemasan dan lenyapnya rasa haus, sebatang rokok mulai dinyalakan. Sama dengan Ecko dan Syamsul. Melanjutlah perbincangan ngalor-ngidul. Sekitar pukul 20.32 WIB berdatanganlah pengurus RSA lainnya yakni Rio bersama nyonya, Eddy, Ridwan, Rieza, dan Boyke.
Di sela perbincangan tuan rumah menyajikan cemilan bolu, risol plus sambal dan aqua gelas. Perbincangan masih kangen-kangenan. Misal soal rute menuju ke Taman Surapati, masalah kerjaan kantor, hingga soal jual beli motor dan mobil.
Barulah ketika jam menunjukkan pukul 20.41 WIB, Nde Siswandhi, pengurus Pulsarian membuka kopdarling. Lewat pengeras suara (toa), Nde mengucapkan rasa terimakasih Pulsarian kepada RSA. Setelah sedikit menyinggung keberadaan RSA yang peduli pada masalah safety riding, Ndee meminta perwakilan RSA membuka kopdarling kali ini. Saya selaku salah satu bagian RSA didaulat menyampaikan sepatah dua patah kata sebagai prolog. Meluncurlah ucapan terimakasih RSA kepada Pulsarian yang berkenan menjadi lokasi kopdarling. Saya juga menyinggung sedikit mengenai RSA yang terbuka bagi siapa saja untuk mendiskusikan masalah safety riding. RSA merupakan komunitas nirlaba yang secara bergiliran keliling ke tempat kopdar anggotanya. Perbincangan saat kopdarling bertemakan soal safety riding. Sebelum di tempat Pulsarian, bulan sebelumnya kopdarling di tempat Honda Riders on Internet (Hornet) di Bulungan, Jakarta Selatan. Kebetulan saat itu, topik kopdarling salah satunya adalah membahas program safety riding goes to school (SRGTS) yang digagas Independent Bikers Club (IBC) menggandeng RSA.
Usai saya melontarkan kata pembuka, Rio selaku Dewan Pengarah RSA melanjutkan dengan memperkenalkan siapa saja jajaran RSA yang hadir dalam kopdarling kali ini.

Pola Berkendara Dalam Konvoy
Waktu sudah bergulir masuk pukul 20.46 WIB ketika Rio mulai membuka sharing mengenai berkendara dalam kelompok (group ride) alias berkonvoy. Rio mengajak sekitar 50-an bikers yang hadir malam itu, khususnya anggota Pulsarian untuk sharing saat berkonvoy termasuk soal jatuh dari motor.
Setelah tunjuk-tunjukkan, siapa yang harus bicara, muncullah Pitung anggota Pulsarian. Ia menceritakan soal pengalamannya touring bersama. Pitung menuturkan soal perilaku latah ikut mengatur barisan konvoy. Sikap itu mencuat dari anggota rombongan yang merasa cukup berpengalaman atau senior di komunitas tersebut.Meski sesungguhnya sudah ada petugas yang ditentukan dalam konvoy. Senior itu menjadi petugas seperti dalam membuka jalan dan blocking. Ironisnya, petugas yang sudah ditunjuk kesulitan untuk mengingatkan sang senior agar instruksi tidak overlapping. Pitung minta advise, bagaimana menghadapi hal seperti itu.
Perbincangan mengalir. Yopie dari Pulsarian melanjutkan sharing. Ia meminta input mengenai group riding yang sebenarnya agar peserta konvoy bisa saling menghargai pengguna jalan.
Sharing ketiga dalam sessi pertama mencuat dari Boggy, anggota Pulsarian. Pria yang berperawakan tinggi besar itu melontarkan soal bagaimana ketika berbelok di tikungan dan menemui lubang, apakah perlu memberi sinyal atau tidak kepada barisan di belakang kita? Bagaimana sebaiknya agar tidak membahayakan konvoy.
Suasana sharing yang mengasyikan kerap diselingi deru mesin sepeda motor dan mobil yang melintas di kawasan jantung Jakarta itu.
Rio selaku moderator perbincangan meminta Syamsul dari RSA untuk berbagi pengalaman. Syamsul yang juga pelopor safety riding di komunitas Honda Tiger Mailing List (HTML) itu membuka sharing dengan ungkapan rasa senang bisa bertemu komunitas Pulsarian. Pria berkacamata yang banyak memakan asam garam soal safety riding itu, beranggapan jika berbicara mengenai teori dalam pertemuan kali ini ibarat mengajari ikan berenang.
Bagi Syamsul yang populer dengan sebutan Allan itu, komunitas atau klub ketika berkonvoy (group riding) sesungguhnya sedang melakukan praktik marketing bagi kelompoknya. Masyarakat bisa menilai suatu kelompok saat berkonvoy dari atribut yang dikenakan, seperti jaket atau stiker yang melekat di kendaraan. Di tengah pergerakan masyarakat yang kian kritis, ketika melihat perilaku menyebalkan dari iring-iringan kelompok sepeda motor bakal menyuarakan ketidaksukaannya melalui media massa. Karena itu, bagi Syamsul, pelaku konvoy harus menjaga citra. Saling menghargai di antara sesama pengguna jalan dan tidak arogan. Pernyataan Syamsul diamini peserta kopdarling yang berseru setuju. (edo rusyanto/bersambung)

0 komentar:

Posting Komentar

Terimakasih atas kunjungan sahabat ke blog ini, Silahkan tinggalkan komentar,kritik dan saran dibawah ini. Untuk menghindari SPAM mohon isi kata verifikasi sebelumnya,trims.

Related Posts with Thumbnails
 
Copyright 2009 Edo Rusyanto's Traffic. Powered by Blogger Blogger Templates create by Deluxe Templates. WP by Masterplan and Arrange by Ian