Info : Silahkan klik di SINI untuk membaca artikel versi wordpress dari Edo Rusyanto

Sabtu, 31 Januari 2009

Kopdarling RSA di Pulsarian (Bagian kedua-Habis)



Terkait soal latah mengatur barisan atau konvoy, bagi pria yang bekerja di BUMN itu, perlu ditegakkan disiplin diri para peserta konvoy. Sudah wajib penerapan prosedur standar berkonvoy yakni membentuk kepanitian dan petugas konvoy. Mulai dari yang memimpin (road captain) hingga petugas sapu bersih (sweeper) yang menjaga barisan dari belakang. Prosedur standar haru diikuti oleh seluruh peserta, termasuk oleh senior.
Persiapan yang matang sebelum konvoy juga bakal membantu barisan menjadi lebih tertib. Perencanaan mencakup tujuan, rute, dan agenda apa yang akan dilakukan ketika tiba di tempat tujuan konvoy. Ia mengingatkan agar pengaturan waktu tidak terlalu mepet. Harus ada pengaturan jadwal istirahat yang cukup, terlebih jika menempuh perjalanan jauh hingga ratusan kilometer. Pemimpin rombongan juga diupayakan agar orang yang mampu membuat keputusan demi keamanan dan kenyamanan grup. Terkait perlu tidaknya memberi sinyal ketika di tikungan jalan. Syamsul menuturkan, setiap pengendara harus mampu membuat prediksi. Bisa saja mengurangi kecepatan, selanjutnya kembali ke kecepatan normal. Karena itu, dalam konvoy perlu dipertimbangkan keahlian berkendara (skill). Upaya menghindari accident ketika menemui tikungan terlebih yang berlubang, salah satunya adalah dengan memberi jarak di antara anggota konvoy. Upayakan konsentrasi tetap penuh terhadap jalan yang akan dilintasi, karena itu jangan memaksakan diri memberi sinyal tangan maupun kaki jika ternyata mengganggu konsentrasi berkendara yang justeru membahayakan diri. Sangat mutlak bagi tiap pengendara untuk mampu membaca kondisi sekitar. Ada baiknya sebelum bepergian mempelajari kondisi jalan yang bakal dilewati. Bikers juga harus mencaritahu tipikal pengguna jalan lainnya area itu dan mencermati rambu yang ada. Intinya, kata Syamsul, jaga jarak dalam konvoy dan kenali kondisi jalan.
Sharing dari Syamsul disimak secara antusias oleh peserta kopdarling. Waktu telah memasuki pukul 21.07 WIB. Gerimis masih saja turun. Bahkan ada indikasi bakal membesar.

Lampu Menyilaukan
Sang moderator, Rio mempersilakan peserta kopdarling menyimpulkan sendiri sharing yang terlontar dalam forum malam itu. Sekaligus mengajak, para bikers yang hadir dari berbagai komunitas di antaranya adalah Pulsarian, Thunder Riders Community (TRC). AN TV Riders Club (ARC), Yamaha Vixion Club (YVC), dan Yamaha Jupiter Owners Club (YJOC), untuk kembali sharing.
Bikers dari Pulsarian melontarkan topik mengenai lampu bercahaya terang atau lampu high intensity discharge (HID). Lampu jenis itu, kini kita temui dalam beragam warna cahaya yakni putih, biru, dan ungu. Ironisnya, lampu tersebut cenderung menyilaukan mata pengendara lainnya. Sang bikers meminta input bagaimana menghadapi lampu yang menyilaukan mata tersebut. Topik itu ditimpali Meli dari Pulsarian. Menurut dia, pemakai lampu yang terang mestinya di barisan depan saat berkonvoy di malam hari. Sedangkan untuk mengatasi kebosanan berkonvoy yang bisa membuat ngantuk, Meli milih di posisi barisan belakang.
Nde Siswandhi menimpali, bahwa dirinya sangat membenci lampu HID yang menyilaukan mata. Ia menyarankan, agar bikers tidak memasang di sepeda motornya. Terkait soal mengatasi rasa kantuk, bagi pria lajang itu, kecepatan jangan melebih 70 kpj. Dan, road captain harus bisa membaca kondisi sehingga tahu kapan mempercepat atau memperlambat konvoy.
Anggota Pulsarian lainnya menimpali bahwa dirinya memakai lampu HID karena pernah terjatuh gara-gara lampu standar sepeda motornya tidak mampu menerangi jalan sehingga ia tidak melihat separator jalan di kala hujan.Dalam berkonvoy, ia minta ditempatkan di bagian belakang dan jaraknya tidak terlalu rapat. Ia mengaku, tidak ingin arogan dalam berkonvoy dan bukan bertujuan gaya-gayaan dalam memakai HID.
Suasana malam kian dingin ketika rintik gerimis kian membesar. Bro Eko dari RSA menimpali bahwa penggunaan lampu sebenarnya sudah diatur dalam peraturan pemerintah. Intinya, lampu tidak boleh menyilaukan pengguna jalan. Pria pengendara sepeda motor Yamaha RX King itu, mengajak para bikers menggunakan lampu standar yang dibuat oleh pabrikan sepeda motor. Sedangkan soal mengatasi rasa kantuk saat berkonvoy, intinya ia mengajak agar para bikers membuat manajemen yang efektif ketika memutuskan untuk berkonvoy. Salah satu solusi adalah, ketika kantuk menyerang, konvoy harus berhenti untuk beristirahat. Atau, jika kondisi jalan memungkinkan seperti kondisi jalan yang lurus, bisa saja menambah kecepatan sepeda motor. Terkait penggunaan lampu bagi kendaraan, PP No 44 Tahun 1993 tentang Kendaraan dan Pengemudi, telah mengaturnya dan melarang penggunaan lampu yang menyilaukan mata. Aturan itu termaktub dalam pasal 29 hingga 31 PP tersebut.

Terkait istirahat dalam mengatasi kantuk, Roki dari komunitas vespa Partisi juga punya pengalaman serupa. Ia membeberkan bagaimana menjadi pengawal konvoy touring kelompok sepeda motor Inuk Lady Bikers Club (ILBC). Menurut dia, tiap 45 menit, konvoy berhenti untuk beristirahat mengingat dalam rombongan terdapat anggota yang belum memiliki pengalaman bepergian jauh menggunakan sepeda motor. Soal permen, termasuk permen karet, dinilai cukup membantu untuk menghalau rasa kantuk.
Di sela sharing, ketika jarum jam memasuki pukul 21.26 WIB, tiba-tiba rombongan ARC dan TRC.
Sontak, sang moderator, Rio, meminta peserta yang baru datang untuk memperkenalkan diri.
Kenmada, penasihat ARC langsung membuka dengan ucapan terimakasih atas kesempatan untuk bisa hadir dalam kopdarling RSA. Ia juga memperkenalkan rombongan yang dipimpinnya termasuk ketua baru ARC. Menurut dia, kelompoknya memang baru berdiri dan harus banyak belajar mengenai berkonvoy dan safety riding. ARC mengandalkan anggotanya yang telah aktif di komunitas di luar ARC.Kenmada melontarkan sejumlah pertanyaan yakni apakah diperbolehkan blocking? Dan penggunaan lampu strobo dan sirene.
Sebelum sharing mengenai hal itu, Zulham YVC 180 yang datang bersama YVC 182 menyuarakan soal safety riding yang bersifat kejam. Menurut dia, YVC yang masih awam soal safety riding menerapkan sikap bahwa safety riding harus dimulai dari diri sendiri lalu orang lain. Terkait soal penggunaan sinyal bagi dia, harus dikomandoi oleh road captain sedangkan anggota konvoy sebisa mungkin menghindari lubang yang ada.
Rio yang sedari awal memoderatori kopdarling kali ini, rupanya tidak bisa memendam hasrat berbicara. Ia tergelitik soal perilaku blokir dan penggunaan sirene dan strobo oleh para bikers. Bahkan, Rio bertanya soal adanya anggota Pulsarian yang memperoleh izin menggunakan strobo dan sirene dari aparat di Yogyakarta. Menurut dia, hal itu bisa menjadi bahan diskusi di RSA maupun ketika berinteraksi dengan aparat berwenang. Soal blokir, kata pria yang juga aktif di komunitas roda empat daihatsu itu, aturannya sudah jelas yakni hanya bisa dilakukan oleh aparat yang berwenang. Masyarakat sipil tidak boleh. Salah satu solusi untuk menghindari penumpukan konvoy adalah dengan membuat pemberangkatan bertahap atau kelompok touring (klotur).
Di sela sharing soal safety riding, bro Ikbal, TRC 325 mengundang para bikers untuk ikut turnamen futsal yang digelar dalam rangka hari jadi ke 4 TRC pada Maret 2009. Ia yang mengaku salut melihat kekompakan bikers yang masih bertahan di tengah gerimis, mengundang 60-80 komunitas untuk berpartisipasi dalam lomba yang memperebutkan hadiah total Rp 6 juta. Komunitas atau klub yang ikut turnamen dikenai biaya Rp 125 ribu per tim. Satu kelompok hanya diperkenankan mengirim satu tim.
Di penghujung sharing, bro Tasha dari YJOC menuturkan, soal lampu hazard dan flip flop setiap klub hendaknya mengimbau anggota tidak menggunakan lampu tersebut. YJOC, kata dia, menertibkan dengan mengiimbau kepada anggota agar melepas lampu tersebut.
Rio menegaskan, lampu hazard hanya diperkenankan untuk kendaraan roda empat atau lebih. Kecuali memang ada produk tertentu dari ATPM sepeda motor seperti pada produk Kymco.
Gerimis makin membesar ketika jarum jam memasuki 21.48 WIB. Sebelum pertemuan ditutup Rio, bro Edo membagikan buku karyanya kepada perwakilan klub atau komunitas yang hadir. Sepuluh buku yang dibawa bro Edo terasa kurang karena masih ada yang belum kebagian. (edo rusyanto)
foto:dokumen rio

0 komentar:

Posting Komentar

Terimakasih atas kunjungan sahabat ke blog ini, Silahkan tinggalkan komentar,kritik dan saran dibawah ini. Untuk menghindari SPAM mohon isi kata verifikasi sebelumnya,trims.

Related Posts with Thumbnails
 
Copyright 2009 Edo Rusyanto's Traffic. Powered by Blogger Blogger Templates create by Deluxe Templates. WP by Masterplan and Arrange by Ian