Info : Silahkan klik di SINI untuk membaca artikel versi wordpress dari Edo Rusyanto

Senin, 28 September 2009

Masih Tingginya Kecelakaan Selama Arus Mudik


foto ilustrasi:edo

Minimnya Kedisiplinan dan Kerjasama



“Saya takut bawa (mengendarai) mobil terhadap ulah bikers yang ugal-ugalan. Ada pembiaran atau ketidakmampuan mengahadapi perilaku bikers yang ugal-ugalan.”


Pernyataan Arifin, dari Ciputat, terlontar dalam Diskusi Interaktif Elshinta 90,00 FM, Jakarta yang mengangkat topik "Mencermati Arus Mudik dan Arus Balik Lebaran 2009”. Diskusi, Senin (28/9), pukul 00.00-01.00 WIB itu, membahas fenomena jumlah kecelakaan yang meningkat sepanjang H-7 hingga H+7, Lebaran 2009 yang jatuh pada 20 September 2009.
Diskusi menampilkan narasumber Direktur Keselamatan Transportasi Ditjen Perhubungan Darat Dephub RI Suripno, Anggota Komisi V DPR Rahman Syagaf, dan Penggiat Safety Riding Center for Safety Riding Study (Ceras) Edo Rusyanto.
Rasa khawatir menyikapi ketidakdisiplinan bikers bukan monopoli Arifin. Pendengar lain dari Medan, Sumatera Utara, juga mengakui hal serupa. “Kecelakaan terjadi karena kurangnya kesadaran pengguna jalan, termasuk pengendara sepeda motor,” papar Soga.
Tudingan bahwa pengendara sepeda motor sebagai biang kerok kecelakaan lalu lintas selama arus mudik dan arus balik 2009 mencuat sesaat melihat sejumlah fakta. Hingga hari ke-13, Minggu (27/9), dari 1.437 kasus kecelakaan, sekitar 70,79% atau sebanyak 1.372 kasus merupakan kecelakaan yang melibatkan pengendara sepeda motor. Jumlah korban tewas mencapai 593 jiwa atau setara dengan 45 jiwa per hari. Memilukan.
Dibandingkan 2008, kasus selama 13 hari tahun ini, meningkat sekitar 5%. Data tersebut masih sementara, jika diakumulasikan kasus kecelakaan sepanjang H+7 atau Minggu (27/9), boleh jadi jumlah korban jiwa bakal melampaui 600 orang. Tahun lalu, korban jiwa 633, sedangkan korban luka berat dan luka ringan masing-masing 780 orang dan 1.336 orang.
Kembali soal perilaku bikers. Suripno menuturkan, penyebab kecelakaan bikers adalah karena faktor manusianya yakni faktor kelelahan dan ketidakdisiplinan. Bahkan untuk mencegah hal itu, ia sempat melontarkan ‘pemikiran panik’. “Penggunaan motor untuk jarak jauh sangat berisiko, mungkin gak, ada keputusan politik penggunaan sepeda motor hanya sampai nomor area polisinya, (alias) tidak boleh lintasi wilayah tertentu,” papar dia yang saat diskusi bersanding dengan Rahman.
Sontak, Anggota Komisi V DPR RI itu menimpali. “Pembatasan sepeda motor tidak mudah, tergantung political will pemerintah,” kata dia.
Hal tersebut, lanjutnya, terkait dengan grand design transportasi nasional. Ia menegaskan, perlu dibuat grand design mudik nasional. Mulai dari tata ruang dan urbanisasi hingga grand design transportasi nasional. “Juga mesti ada pembatasan kendaraan tertentu, tidak hanya sepeda motor, pembatasan juga bisa seperti bagi kendaraan yang boros energi. Hal ini terkait dengan kebijakan Departemen Perindustrian,” ujar Rahman.
Edo yang juga pengurus Road Safety Association (RSA) menilai, keselamatan di jalan merupakan tanggungjawab bersama. Pemerintah dan masyarakat. “Kalau transportasi nyaman dan aman serta terjangkau, secara alamiah manusia memilih moda transportasi tersebut untuk bepergian. Tidak akan memaksakan diri naik motor ratusan kilometer,” katanya.
Guna pencegahan kecelakaan, kata dia, butuh sosialisasi soal pentingnya keselamatan kepada pengguna jalan, seperti kepada bikers via komunitas/klub motor dan kantong-kantong masyarakat pemudik. “Dilakukan secara berkesinambungan mulai saat ini, jangan menunggu besok atau jelang Lebaran,” papar dia. Karena itu, lanjutnya, sudah saatnya dikampanyekan secara terus menerus tentang berkendara yang bertanggungjawab (responsible riding).
Termasuk menerapkan pengawalan oleh kepolisian untuk rombongan arus mudik dan arus balik. ”ATPM bisa diajak kerjasama untuk mengkoordinasikan hal tersebut,” ujar Edo.

Kerjasama Kurang
Masalah keselamatan di jalan memang tanggungjawab semua elemen masyarakat. Pemerintah, selaku penyelenggara kehidupan bernegara, bertanggungjawab untuk penyediaan infrastruktur jalan dan fasilitas moda transportasinya. Dalam UU No 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan disebutkan bahwa untuk mewujudkan keselamatan lalu lintas, pemerintah wajib menyelenggarakan manajemen keselamatan lalu lintas.
Karena itu, menurut Susilo, seorang pendengar dari Depok, Jawa Barat, Departemen Perhubungan harus mengevaluasi sistem transportasi yang ada. “Apakah Dephub pernah mengevaluasi subsistem yang kurang baik?” tanya Susilo. Menurut dia, pemerintah perlu mengidentifikasi permasalahan transportasi yang terdiri atas sub sistem yakni jalan, pengendara, kendaraan laik atau tidak, hingga fasilitas rambu jalan. “Apa penyebab kecelakaan? Dan subsistem mana yang kurang baik? Itulah yang harus diperbaiki termasuk mencermati perilaku pengendara,” tutur dia.
Suripno menegaskan, upaya meningkatkan keselamatan diperlukan kerjasama antar instansi yang konkret. “Memang upaya mengantisipasi kecelakaan belum maksimal, sedangkan upaya mencegah kecelakaan yang seharusnya membutuhkan kerjasama, saat ini rata-rata (instansi) berjalan masing-masing,” papar dia.
Karena itu, lanjutnya, harus dibentuk suatu forum. Semua upaya pencegahan dan manajemen keselamatan dibicarakan dalam suatu forum yang ouput-nya adalah keselamatan. “Segera direalisasikan forum itu dan persoalan keselamatan bukan hanya saat Lebaran,” tegas Suripno.
“Pemerintah harus meningkatkan pelayanan publik kepada masyarakat,” ujar Abah Udut, pendengar asal Bandung. (edo)

0 komentar:

Posting Komentar

Terimakasih atas kunjungan sahabat ke blog ini, Silahkan tinggalkan komentar,kritik dan saran dibawah ini. Untuk menghindari SPAM mohon isi kata verifikasi sebelumnya,trims.

Related Posts with Thumbnails
 
Copyright 2009 Edo Rusyanto's Traffic. Powered by Blogger Blogger Templates create by Deluxe Templates. WP by Masterplan and Arrange by Ian