Info : Silahkan klik di SINI untuk membaca artikel versi wordpress dari Edo Rusyanto

Minggu, 06 Desember 2009

Sharing Safety Riding di Ultah HSJ


foto:benny


HARI ulang tahun (ultah) Honda Supra Jakarta (HSJ) ke-6, Minggu (6/12) siang, menjadi terasa berbeda. Tidak melulu diisi pesta meriah seperti alunan musik dangdut atau atraksi keterampilan bersepeda motor (free style). Syukuran di Gedung Dinas Kelautan, Bambu Apus, Jakarta Timur itu, juga diisi dengan berbagi mengenai keselamatan bersepeda motor (sharing safety riding).

Tim Road Safety Association (RSA) tampil penuh dipimpin Bro Rio Octaviano selaku ketua. Tampak hadir Edo Rusyanto, Benny, Ecko Gibrant, Ipank, Ndhee, Yudhi, Lusi, Imel, dan tentu saja Riezha, yang juga Ketua Harian HSJ selaku tuan rumah. Sedangkan dari jajaran Penasihat RSA, hadir bro Syamsul.

Tak pelak, dalam suasana hari jadi yang dihadiri ratusan bikers itu, meluncurlah berbagai topik yang dibawakan dengan santai, kekeluargaan, dan tetap kritis dengan analisis mengenai aturan lalu lintas. Bahkan, guna mencairkan suasana digelar beberapa kuis dengan hadiah mulai dari kaos, tas, hingga helm.

Topik yang termasuk hangat adalah soal larangan penggunaan knalpot bising. ”Aturan soal knalpot tidak boleh bising masih rancu karen gak ada keterangan berapa decibel yang diperbolehkan. Hal itu merugikan para pengendara,” tukas bro Yudi dari Kompac.

Undang Undang No 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) yang diteken Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 22 Juni 2009 mengatur sanksi untuk bikers yang memakai knalpot bising. Tengok saja pasal 285 ayat (1) yang intinya memberi sanksi kurungan paling lama satu bulan atau denda paling banyak Rp 250 ribu.

Sontak bro Rio Octaviano, sang ketua RSA mengamini. “RSA memang tergerak mensosialisasikan aturan baru soal lalu lintas, namun juga akan mengkritisi aturan yang tidak sesuai,” papar Rio.

UU tersebut memang hingga awal Desember 2009 belum memiliki peraturan yang merinci perundangan, baik itu peraturan pemerintah (PP) maupun peraturan Kepala Kepolisian RI (Perkap).

“Itu berarti belum bisa dipraktikan dong,” tanya bro Arya, dari Ding Dam Community.

Faktanya, di beberapa tempat sudah mengimplementasikan hal itu. “Kepolisian memang bisa melakukan razia jika suatu aktifitas dianggap mengganggu masyarakat,” jelas Rio.

Bro Yoyo, dari Supra Anjing Surabaya (SAS) membeberkan razia soal knalpot bising dan pemakaian spion satu di sepeda motor. “Di Surabaya, spion satu ditilang dan knalpot bising dipotong langsung di tempat jika terkena razia polisi,” paparnya.

Sharing mengenai UU No 22 tahun 2009 juga menyinggung soal larangan berboncengan lebih dari satu orang, artinya, satu sepeda motor hanya untuk mengangkut maksimal dua orang. “Kalau tidak punya mobil, apakah anak kita harus ditinggal di rumah? Sedangkan kita ingin pergi sekeluarga,” ujar Bro Wawan.

foto:benny

Bagi Bro Syamsul, penasihat RSA, setiap bikers harus memprioritaskan keselamatan saat berkendara. “Kalau tidak memungkinkan, lebih baik naik angkot saja,” ujarnya.

Maklum, sanksi untuk bersepeda motor lebih dari dua orang seperti tertera dalam pasal 292, cukup merepotkan yakni kurungan paling lama satu bulan atau denda paling banyak Rp 250 ribu.


Lampu Isyarat dan Sirene


Topik yang juga menyita perhatian adalah sharing mengenai pemakaian lampu isyarat dan sirene. “Menurut saya, jika pemakaiannya cukup bijaksana, semestinya tidak apa-apa. Bijaksana artinya tidak mengganggu orang lain,” tutur Bro Wossy, ketua Jakarta Motorcycle Community (JMC).


foto:benny

Bro Rio dan Bro Syamsul tergelitik. “Makna pemakaian secara bijak itu relatif. Bisa saja ditafsirkan orang lain sebagai sesuatu yang mengganggu. Karena itu, menurut saya pertimbangkan kembali pemakaiannya,” tukas Syamsul.

UU No 22 tahun 2009 khususnya pasal 59 mengatur tentang pemakaian lampu isyarat dan sirene. Pertama, untuk lampu isyarat warna biru dan sirene digunakan untuk kendaraan bermotor petugas kepolisian negara Republik Indonesia.

Kedua, lampu isyarat warna merah dan sirene digunakan untuk kendaraan bermotor tahanan, pengawalan Tentara Nasional Indonesia, pemadam kebakaran, ambulans, palang merah, rescue, dan jenazah.

Ketiga, lampu isyarat warna kuning tanpa sirene digunakan untuk kendaraan bermotor patroli jalan tol, pengawasan sarana dan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan, perawatan dan pembersihan fasilitas umum, menderek kendaraan, dan angkutan barang khusus.

Peserta diskusi sepakat bahwa aturan melarang pemakaian lampu isyarat dan sirene oleh pihak yang di luar ketiga kelompok tersebut.

Seluruh aturan itu bagian dari upaya mengatur lalu lintas jalan agarr lebih aman, nyaman, dan selamat. Maklum, menurut bro Edo Rusyanto, korban akibat kecelakaan sudah amat memprihatinkan. Di Jakarta, pada 2008, rata-rata per hari tiga orang tewas, tujuh orang luka berat, dan 11 orang luka ringan, akibat kecelakaan di jalan. ”Secara nasional, setiap hari 50 orang tewas akibat kecelakaan lalu lintas dan ironisnya sekitar 70% adalah pengendara sepeda motor,” kata Edo.

Karena itu, ujar Bro Benny, para pengguna jalan, khususnya bikers, harus memperhatikan tiga aspek yakni skill, rules, dan attitude. Menurut Benny, amat penting untuk mengikuti peraturan dan berkendara yang saling menghargai. ”Biasakan yang benar, jangan membenarkan yang biasa,” katanya. (edo rusyanto)

0 komentar:

Posting Komentar

Terimakasih atas kunjungan sahabat ke blog ini, Silahkan tinggalkan komentar,kritik dan saran dibawah ini. Untuk menghindari SPAM mohon isi kata verifikasi sebelumnya,trims.

Related Posts with Thumbnails
 
Copyright 2009 Edo Rusyanto's Traffic. Powered by Blogger Blogger Templates create by Deluxe Templates. WP by Masterplan and Arrange by Ian